Seorang bocah kecil sedang berjalan-jalan lalu bertemu seorang lelaki tua sedang berusaha menangkap ayam-ayam kalkun liar. Lelaki itu membawa alat perangkap,sebuah alat yang terdiri kotak besar dengan tutupan pintu yang bergantung di bagian atasnya. Pintu itu dibiarkan terbuka dengan alat penyangga yang diikat dengan benang dan dapat ditarik dari jarak seratur kaki jauhnya. Jagung ditebarkan untuk menjebak si kalkun, diluarnya ditebar sedikit-sedikit, makin mendekati pintu jebakan makin banyak. Paling banyak ada di dalam kotak. Jika sudah banyak kalkun yang masuk terperangkap pak tua akan menarik benangnya sehingga penyangga jatuh dan pintupun tertutup. Sekali pintu tertutup dia tidak dapat membukanya kembali tanpa harus menaiki kotak jebakannya. Padahal jika itu dilakukan maka kalkun kalkun itu akan ketakutan dan pergi menghindar. Menurut pak tua itu saat yang tepat untuk menarik benang dan menutup pintu jebakan adalah ketika kalkun-kalkun yang terperangkap di dalamnya sudah semaksimal mungkin. Hari berikutnya dia melihat selusin kalkun berada di dalam jebakan kemudian sebelum sempat diambil tindakan ada satu kalkun yang bejalan keluar lagi dan pergi maka tinggal sebelas di dalamnya. “ah andaikan tadi aku cepat-cepat menutup pintunya ketika masih ada dua belas didalamnya,”kata pak tua dalam hatinya. “biar kutunggu beberapa menit lagi barangkali kalkun yang tadi pergi itu masuk lagi.”
Ketika pak tua menunggu dua ekor lagi kalkun pergi meninggalkan jebakan itu.”ah mestinya aku cukup berpuas diri dengan sebelas ekor,”pak tua itu menyesali.”mulai sekarang asal sudah kembali sebelas jumlahnya aku akan menutup pintunya.”
Tiga ekor lagi kalkun yang keluar dan pak tua itu pun masih terus menunggu. Karena semula dia sudah girang menyaksikan ada dua belas kalkun yang memasuki perangkap maka dia pun enggan pulang hanya dengan membawa kurang dari delapan ekor saja. Dia tidak mampu membuang harapannya bahwa kalkun-kalkun yang sudah pergi itu akan kembali lagi masuk perangkap. Akhirnya tinggal tersisa satu kalkun yang masih di dalam kotak.”biar kutunggu sampai yang satu ini keluar atau ada kalkun lain masuk lagi baru aku pulang.” Kalkun yang tinggal satu-satunya itu pun pergi menyusul rekan-rekannya dan pak tua pulang dengan tangan hampa.
Psikologis para investor itu pun tidak beda dengan pak tua. Mereka malah berharap kalkun-kalkun yang sudah pergi itu kembali memasuki jebakan ketika semestinya merasa takut bahwa kalkun yang sudah ada di dalam akan makin banyak yang keluar karena pintu tidak segera ditutup.
Minggu, 26 April 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar