Jakarta: Pengeluaran rumah tangga keluarga miskin untuk membeli rokok mengalahkan pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, dan susu anak. "Pengeluaran untuk rokok hanya kalah dari anggaran membeli beras," kata Abdillah Ahsan, Peneliti pada Lembaga Demografi Indonesia, saat memberi keterangan sebagai ahli di sidang uji materi iklan rokok di Mahkamah Konstitusi, Selasa(21/4).
Permohonan uji materi iklan rokok diajukan Komisi Perlindungan Anak dan dua anak-anak Alfi Sekar Nadia serta Faza Ibnu Ubaydillah.
Menurut Abdillah, satu dari keluarga miskin di Indonesia memiliki pengeluaran untuk membeli rokok. Dia mengatakan patokan keluarga miskin ini dengan pengeluaran maksimal Rp 600 ribu per bulan. "Sebanyak 12 persen dari pengeluaran untuk membeli rokok," kata dia.
Jika satu keluarga tidak merokok, lanjut Abdillah, pengeluaran untuk pendidikan dan pemenuhan gizi anak-anak mereka akan meningkat.
Dari gambaran di atas, ia meminta Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi yang meminta pasal iklan rokok untuk dihapus. Abdillah meyakini iklan rokok menjadi penyebab meningkatnya angka perokok.
Di Indonesia, jumlah perokok mencapai 57 juta. Konsumsi rokok per tahun mencapai sekitar Rp 240 miliar batang.
Menurut Abdillah, perokok perempuan meningkat drastis. Pada 2001 hanya ada 0,2 persen perokok perempuan. Angkanya meningkat menjadi 1,9 persen pada 2004. "Perokok perempuan naik 10 kali lipat," ujarnya. "Saya yakin salah satu sebab karena iklan rokok."
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar